Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiologi
Semester IV
Dosen Pengampu
Muhamad Pujo Nur Hidayat,
S. Pd
Di susun oleh;
Jamaludin
NIM:
“Tarbiyah”
UNIVERSITAS SAINS
AL_QUR’AN ( UNSIQ )
JAWA TENGAH di WONOSOBO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakekat dari belajar adalah
perubahan tingkah laku seseorang baik afektif, kognitif maupun psikomotorik.
P0erubahan ini akan terjadi melalui berbagai proses secara kontinyyu, yang
menjadi permasalahan bagaimana strategi pembelajaran afektif itu dapat
diarahkan guna mencapai tujuan pendidikan, karena pembelajaran afektif
berhubungan sekali dengan valve (Nilai) yang sulit di ukur, karena menyangkut
kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, berada dalam fikiran seseorang,
yang sifatnya tersembunyi. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang
baik dan buruk, layak dan tidak layak, indah dan tidak indah. Pandangan tentang
semua itu hanya dapat diketahui dengan melihat sikap dan perilaku seseorang.
B. Pembatasan-pembatasan dan Perumusan
Masalah
1. Apakah strategi
pembelajaran-pembelajaran afektif itu?
2. Apakah ada
hubungan antara pembelajaran afektif, kognitif dan psikomotorik?
3. Apa
kegunaan mempelajari strategi pembelajaran-pembelajaran Afektif?
C. Tujuan
dan Kegunaan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari strategi pembelajaran-pembelajaran afektif.
2. Untuk
mengetahui Hakikat pendidikan, nilai dan sikap.
3. Agar
mengetahui proses pembentukan sikap.
4. Agar
mengetahui model strategi pembelajaran sikap.
5. Agar dapat menerapkannya dalam
proses pendidikan.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
PANDANGAN PARA AHLI MENGENAI PEMBELAJARAN AFEKTIF
a. Menurut Mc Paul. Dia menganggap
pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional,
pembelajaran moral siswa adalah pembentukan keperibadian, bukan pengembangan
intelektual.
b. Menurut Kohlberg moral manusia
berkembang melalui tiga tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari 2 (dua) tahap.
c. Menurut John Dewey dan Jean Pinget,
berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses Restrukturisasi
kognitif yang berlangsung serta berangsur-angsur menurut aturan tertentu.
d. Menurut Dooglas Graham (Golu). Nilai
tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya.
Pengembangan dominant efektif pada
nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik, masalah nilai
adalah masalah emosional dank arena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa
dibina, perkembangan nilai-nilai atau moral tidak akan terjadi sekaligus,
tetapi melalui tahap-tahap.
BAB III
STRATEGI PEMBELAJARAN-PEMBELAJARAN AFEKTIF
A. Pengertian Strategi Pembelajaran
Afektif
Strategi pembelajaran afektif adalah
strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja,
akan tetai juga bertujuan untuk mencapai dimensi lainya. Yaitu sikap dan
keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit di ukur karena
menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul
dalam kejadian behavioral yang diakibatkan dari proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru.
B. Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap
Sikap (afektif) erat kaitanya dengan
nilai yang dimiliki oleh seseorang, sikap merupakan refleksi dari nilai yang
dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan
nilai. Nilai, adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang
sifat-sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris. Nilai
berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak
layak, pandangan seseorang tentang semua itu, nilai pada dasarnya adalah
setandar perilaku seseorang. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya
proses penanaman perilaku kepada peserta didik yang diharapkan kepada siswa
dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggap baik dan tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Ø Normativist : Kepatuhan yang
terdapat pada norma-norma hukum.
Ø Integralist : Kepatuhan yang
didasarkan pada kesadaran dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
Ø Fenomalist : Kepatuhan berdasarkan
suara hati atau sekedar basa-basi.
Ø Hedonist : Kepatuhan berdasarkan
diri sendiri.
Nilai bagi seseorang tidaklah statis
akan tetapi selalu berubah, setiap orang akan selalu menganggap sesuatu itu
baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh sebab itu, sisytem nilai
yang dimiliki seseorang bisa di bina dan di arahkan. Komitmen seseorang
terhadap suatu nilai tertentu terjadi melalui pembentukan sikap, yakni
kecenderungan seseorang terhadap suatu objek, misalnya jika seseorang
berhadapan dengan sesuatu objek, dia akan menunjukan gejala senang atau tidak
senang, suka atau tidak suka. Goul (2005) menyimpulkan tentang nilai tersebut :
Nilai tidak bisa diajarkan tetapi
diketahui dari penampilannya.
Pengembangan dominant efektif pada
nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik. Maslah nilai
adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga
bisa dibina.
Perkembangan nilai atau moral tidak
akan terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu.
Sikap adalah kecenderungan seseorang
untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang di anggap baik
atau tidak baik. Dengan demikian, berlajar sikap berarti memperoleh
kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek penilaian terhadap objek
itu sebagai hal yang berguna atau berharga (sikap positif) dan tidak berguna
atau berharga (sikap negatife).
C. Proses Pembentukan Sikap
Pola
pembiasaan
Dalam proses pembelajaran di
sekolah, baik secara di sadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap
tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan, misalnya sikap siswa yang
setiap kali menerima perilaku yang tidak menyenangkan dari guru, satu contoh
mengejek atau menyinggung perasaan anak. Maka lama kelamaan akan timbul
perasaan benci dari anak yang pada akhirnya dia juga akan membenci pada guru
dan mata pelajarannya.
Modeling.
Pembelajaran sikap dapat juga
dilakukan melalui proses modeling yaitu pembentukan sikap melalui proses
asimilasi atau proses pencontoaan. Salah satu karakteristik anak didik yang
sedang berkembang adalah keinginan untuk melakukan peniruan (imitasi). Hal yang
di tiru itu adalah perilaku-perilaku yang di peragakan atau di demontrasikan
oleh orang yang menjadi idman. Modering adalah proses peniruan anak terhadap
orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang di hormatinya. Pemodelan
biasanya di nilai dari perasaan kagum.
D. Model Strategi Pembelajaran Sikap
Setiap strategi pembelajaran sikap
pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau
situasi problematic, melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil
keputusan berdasarkan nilai yang di anggapnya baik.
a. Model Konsiderasi
Model konsiderasi di kembangkan oleh
Mc Paul, seorang humanis, paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama
dengan pengembangan kognitif yang rasional. Menurutnya pembentukan atau
pembelajaran moral siswa adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan
intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran
yang dapat membentuk keperibadian, tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia
yang memiliki keperibadian terhadap orang lain.
b. Model Pengembangan Kognitif
Model ini banyak diilhami oleh
pemikiran John dewey dan Jean Piage yang berpendapat bahwa perkembangan manusia
menjadi sebagai proses darirestrukturisasi kognitif yang berlangsung serta
berangsur-angsur menurut aturan tertentu.
c. Tehnik Mengklarifikasikan Nilai
Tehnik volume clarification technic
Que atau VCT dapat di tarik sebagai tehnik pengajaran untuk membentuk siswa
dalam menerima dan menentukan suatu nilai yang di anggapnya baik dalam
menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan
tertanam dalam diri siswa. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang
membangun nilai menurut anggapanya baik, yang pada akhirnya nilai-nilai
tersebut akan mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Kesulitan Dalam Pembelajaran
Afektif.
Kesulitan dalam pembelajaran afektif
ini dikarnakan :
Sulit melakukan control karma banyak
faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang. Pengembangan
kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun modeling bukan hanya di
temukan oleh faktor guru, akan tetapi faktor lain terutama faktor lingkungan.
Keberhasilan pembentukan sikap tidak
bisa di evaluasi dengan segera. Berbeda dengan aspek kognitif dan aspek
keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran
berakhir, keberhasilan dari pembentukan sikap dapat dilihat pada rentang waktu
yang cukup pnjang. Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan internalisasi
nilai yang memerlukan proses lama.
Pengaruh kemajuan teknologi,
berdampak pada pembentukan karakter anak, tidak bisa dipungkiri program-program
TV yang menayangkan acara produksi luar negri yang memiliki latar belakang
budaya yang berbeda, maka dari itu perlahan tapi pasti budaya asing yang belum
cocok dengan budaya lokal menerobos dalam setiap ruang kehidupan.
E. Afektif Sebuah Strategi Pembelajaran
Terapan
Pembelajaran Afektif banyak yang
beranggapan bukan untuk diajarkan, seperti pelajaran biologi, fisika ataupun
matematika. Pembelajaran afektif merupakan pembelajaran bagaimana sikap itu
terbentuk setelah siswa atau manusia itu memperoleh pembelajaran. Oleh karena
itu yang pas untuk afektif bukanlah pengajaran, melainkan pendidikan. Strategi
pembelajaran yang akan kita bahas ini diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang bukan hanya dimensi kognitif tetapi juga menyangkut dimensi
lainnya yakni sikap dan keterampilan, melalui proses pembelajaran yang
menekankan kepada aktifitas siswa sebagai subjek belajar. Afektif berhubungan
sekali dengan nilai (value), yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran
seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu, memang Afektif dapat
muncul dalam kejadian berhavioral, akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada
kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian dan
observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan,
apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran yang
dilakukan guru disekolah. Kita tidak serta merta menilai sikap anak itu baik.
Sebagai contoh melihat kebiasaan berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan,
sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Mungkin
sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
Nilai adalah suatu konsep yang
berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam
dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik
dan buruk, layak dan tidak layak indah dan tidak indah dan sebagainya.
Pandangan seseorang tentang semua itu tidak bisa diraba, kita hanya mungkin
dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itu, nilai
pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang menentukan atau kriteria seseorang
mengenai baik dan buruk, layak dan tidak layak dan sebagainya. Dengan demikian,
pendidikan nilai pada dasarnya merupakan proses penanaman niali kepada peserta
didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berprilaku sesuai dengan
pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang
berlaku.
Ada empat faktor yang merupakan
dasar kepatuhan seseorang terhadap niali tertentu yang dikemukakan oleh Douglas
Graham (Gulo, 2002) yaitu :
1. Normativist
Biasanya kepatuhan pada norma-norma
hukum, kepatuhan pada nilai atau norma itu sendiri ; kepatuhan pada proses
tanpa memperdulikan normanya sendiri ; kepatuhan pada haslinya atau tujuan yang
diharapkan dari peraturan itu.
2. Integralist
Yaitu kepatuhan yang didasarkan pada
kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional
3. Fenomenalist
Yaitu kepatuhan berdasarkan suara
hati atau sekedar basa-basi.
4. Hedonist
Yaitu kepatuhan berdasarkan
kepentingan diri sendiri.
Faktor Normativist adalah faktor
yang kita harapkan menjadi dasar kepatuhan setiap individual, karena kepatuhan
semacam inilah adalah kepatuhan yang didasari kesadaran akan nilai tanpa
memperdulikan apakah perilaku itu menguntungkan untuk dirinya atau tidak.
Dari empat faktor diatas terdapat
lima tipe kepatuhan, yakni :
a. Otoritarian
Yaitu suatu kepatuhan tanpa reserve
atau kepatuhan yang ikut-ikutan.
b. Conformist
Kepatuhan ini mempunyi tiga bentuk,
antara lain : Conformist directed, yaitu penyesuaian diri terhadap masyarakat
atau orang lain, conformist hedonist yaitu kepatuhan yang berorientasi pada
“untung-rugi” dan conformist integral yaitu kepatuhan yang menyesuaikan
kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.
c. Compulsive : Yaitu kepatuhan yang
tidak konsisten
d. Hedonik Psikopatik
Yaitu kepatuhan pada kekayaan tanpa
memperhitungkan kepentingan orang lain.
e. Supramoralist
Yaitu kepatuhan karena keyakinan
yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.
Pada era teknologi informasi yang
berkembang secara pesat ini, pendidikan nilai sangatlah penting untuk
diterapkan sebagai filter terhadap perilaku yang negatif. Nilai pada seseorang
tidaklah statis, akan tetapi selalu berubah. Setiap orang akan menganggap sesuatu
itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh sebab itu, sistem nilai
yang dimiliki seseorang itu bisa dibina dan diarahkan. Apabila seseorang
menganggap nilai agama adalah diatas segalanya, maka nilai-nilai yang lain akan
bergantung pada nilai agama itu. Dengan demikian sikap seorang sangat
tergantung pada sistem nilai yang dianggapnya paling benar dan kemudian sikap
itu yang akan mengendalikan perilaku orang tersebut.
Gulo (2005) menyimpulkan tentang
nilai sebagai berikut :
1. Nilai tidak bisa diajarkan tetapi
diketahui dari penampilannya.
2. Pengembangan domain afektif pada
nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik
3. masalai ini adalah masalah emosional
dan karena itu dapat berubah, berkembang sehingga bisa di bina.
4. Perkembangan nilai atau moral tidak
terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu
Sikap adalah kecenderungan seseerang
untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik
atau tidak baik. Dengan demikian, belajar sikap berarti memperoleh
kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek; berdasarkan penilaian
terhadap objek itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif) dan tidak
berhrga/tidak berguna (sikap negatif). Sikap merupakan suatu kemampuan internal
yang berperanan sekali dlam mengambil tindakan (action), lebih-lebih apabila
terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedia beberapa alternative
(winkel : 2004).
Apakah sikap dapat dibentuk ?
Dalam proses pembelajaran disekolah,
baik secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada
siswa melalui proses pembiasaan. Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan itu
juga dilakukan oleh skinner melalui teorinya operant conditioaning. Proses
pembentukan sikap yang dilakukan Skinner menekankan pada proses peneguhan
respons anak. Setiap kalianak menunjukkan prestasi yang baik diberikan
penguatan (reinforcement) dengan cara memberikan hadiah atau perilaku yang
menyenangkan. Lama kelamaan, anak berusaha meningkatkan sikap positifnya.
Pembelajaran sikap seseorang dapat
juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu pembentukan sikap melalui proses
asimilasi tau proses mencontoh. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang
berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan. Prinsip peniruan ini
dimaksud dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang
lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya.
Proses penanaman sikap anak terhadap
sesuatu objek melalui proses modeling pada awalnya dilakukan secara mencontoh,
namun anak perlu diberi pengarahan dan pemahaman mengapa hal itu dilakukan. Hal
ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar disadari oleh suatu
keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai.
Model-model strategi pembelajaran
sikap antara lain :
1. Model konsiderasi
Model konsiderasi (the consideration
model) dikembangkan oleh Mc. Paul (seorang humanis). Dia menganggap bahwa
pembentukan moral tidak sama dengan perkembangan kognitif yang rasional.
Menurut dia, pembelajaran moral siswa adalah pembentukan kepribadian bukan
pengembangan intelektual. Model ini menekankan kepada strategi pembelajaran
yang dapat membentuk kepribadian dengan tujuan agar siswa menjadi manusia yang
memiliki kepedulian terhadap orang lain. Pembelajaran sikap pada dasarnya
adalah membantu anak agar dapat mengembangkan kemampuan untuk bisa hidup
bersama secara harmonis, peduli dan merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Implementasi dari model ini, guru dapat mengikuti tahapan dibawah ini :
a. Menghadapkan siswa pada suatu maslah
yang mengandung konflik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Ciptakan suasana “seandainya siswa tersebut ada dalam masalah itu”.
b. Menyuruh siswa untuk menganalisis
situasi masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak, tetapi juga yang
tersirat dalam permasalah tersebut, misalnya perasaan, kebutuhan dan
kepentingan orang lain.
c. Menyuruh siswa untuk menuliskan
tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar
siswa dapat menelaah perasaanya sendiri sebelum ia mendengar respons orang lain
untuk dibandingkan.
d. Mengajak siswa untuk menganalisis
respons orang lain serta membuat kategori dari setiap respons yang diberikan
siswa.
e. Mendorong siswa untuk merumuskan
akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan siswa. Siswa diajak
berfikir keras dan harus dapat menjelaskan argumennya secara terbuka serta
dapat saling menghargai pendapat orang lain.
f. Mengajak siswa untuk memandang permasalahan
dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang
sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
g. Mendorong siswa agar merumuskan
sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan
pertimbangannya sendiri. Guru hendaknya tidak menilai benar atau salah atas
pilihan siswa. Yang diperlukan adalah guru dapat membimbing mereka menentukan
pilihan yang lebih matang sesuai dengan pertimbangan sendiri.
2. Model Pengembangan kognitif
Model pengembangan kognitif (the
cognitive development model) dikembangkan oleh Lawrence Kholberg. Model ini
hanya diilhami oleh pemikiran John Dewey dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa
perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung
secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Menurut Kohlberg, moral
manusia itu berkembang melalui 3 tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari 2
tahap. Tingakat-tingkat tersebut antara lain :
a. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini setiap individu
memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri. Artinya, pertimbangan moral
didasarkan pada pandangannya secara individual tanpa menghiraukan rumusan dan
aturan yang dibuat oleh masyarakat. Pada tingkat ini dibagi dua tahap yaitu
tahap orientasi hukuman dan kepatuhan, perilaku anak didasarkan kepada
konsekuensi fisik yang akan terjadi. Anak hanya berfikir bahwa perilaku yang
benar adalah perilaku yang tidak akan mengakibatkan hukuman. Jadi peraturan
harus dipatuhui agar tidak timbul konsekuensi negatif : Tahap orientasi
instrumental-relatif, perilaku anak didasarkan kepada rasa “adil” berdasarkan
aturan permainan yang telah disepakati. Dikatakan adil manakala orang membalas
perilaku kita yang dianggap baik, dengan demikian perilaku itu didasarkan
kepada saling menolong dan saling meberi.
b. Tingkat Konvensional
Dalam tahap ini anak mendekati
masalah didasarkan pada hubungan individu masyarakat. Pemecahan masalah bukan
hanya didasarkan pada rasa keadilan belaka, akan tetapi apakah permasalahan itu
sesuai dengan norma masyarakat atau tidak.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Banyak yang beranggapan bahwa
pembelajaran afektif bukan untuk diajarkan, seperti pelajaran Biologi, Fisika
ataupun Matematika. Pembelajaran afektif merupakan pembelajaran bagaimana sikap
itu terbentuk setelah siswa memperoleh pembelajaran, oleh karena itu yang pas
untuk afektif bukanlah pengajaran melainkan pendidikan. Afektif berhubungan
sekali dengan nilai (Value) yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran
seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu afektif dapat muncul
dalam kejadian Behavioral, akan tetapi penilaian untuk sampai pada kesimpulan
yang dapat di pertanggungjawabkan membutuhkan ktelitian dan observasi yang
terus menerus dan hal ini tidak mudah dilakukan, dalam proses pembelajaran di
sekolah, baik secara disadari maupun tidak guru dapat menanamkan sikap tertentu
kepada siswa melalui proses pembiasaan.
Yang termasuk kemampuan afektif adalah sebagai berikut :
a. Menerima (Receiving) yaitu :
kesediaan untuk memperhatikan.
b. Menanggapi (Responding), yaitu
afektif berpartisipasi.
c. Menghargai (Valuing), yaitu
penghargaan kepada benda, gejala, perbuatan tertentu.
d. Membentuk (Organization), yaitu :
memadukan nilai yang berbeda.
e. Berpribadi
(Characterization by Value of value complex), yaitu : Mempunyai sistem nilai
yang mengendalikan perbuatan untuk menumbuhkan gaya hidup yang mantap.
B. Saran
Akhirnya makalah yang bertema
strategi pembelajran-pembelajaran afektif dapat kami selesaikan. Dengan
keterbatasan referensi dan kurangnya pengetahuan yang kami miliki mengenai
strategi pembelajaran afektif ini, untuk itu saran yang membangun sangat kami
harapkan untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya Wina. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Kencana. Jakarta : 2008
Raka, Joni. Strategi Belajar
Mengajar, P3G, Jakarta : 1980