Kata Pengantar
Puji
syukur sebagai ucapan terima kasih kehadirat Allah SWT., karena dengan
zatNya yang Maha Rahman dan Maha Rahim kami diberikan kesempatan untuk
dapat menyelesaikan Makalah tentang Zakat ditinjau dari aspek Ekonomi
ini dengan hasil yang cukup baik.
Terima
kasih kepada Ibu Dosen pengampu mata kuliah Psikologi Kepribadian yang
telah memberikan kami kesempatan pula untuk dapat berkreasi sekaligus
upaya meningkatkan pemahaman kami khususnya dalam hal bagaimana memahami
Psikologi kepribadian secara lebih khusus melalui beberapa pendekatan.
Terima Kasih yang selanjutnya kami ucapkan kepada rekan-rekan yang sudah
banyak membantu guna penyelesaian makalah kami ini.
Selanjutnya
kami memohon maaf jika didalam makalah ini terdapat banyak kekeliruan
dan kesalahan, tentunya kami memohon kritik dan sarannya yang membangun
agar dalam proses penyelesaian makalah berikutnya dapat menacapai hasil
yang diinginkan/kesempurnaan.
Demikian
dan agar makalah ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya serta
dapat berguna untuk menambah wawasan dan referensi kita dalam hal ilmu
tentang psikologi.
Penyusun
Bab. I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Mengingat
tentang pengertian Psikologi adalah tentang ilmu pengetahuan yang
mempelajari perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, maka
perlu adanya penyederhanaan dalam hal pemahaman kita untuk mempelajari
secara spesifik makna psikologi tersebut.
Dalam
kaitannya mengenai Psikologi secara lebih spesifik, kita tentu perlu
mengenal tentang pribadi atau kepribadian terlebih dahulu untuk
selanjutnya mempelajari lebih lanjut mengenai psikologi itu sendiri.
Dalam hal tersebut pribadi atau kepribadian sangat luas kaitannya ketika
meletakkannya dalam sudut pandang psikologi. Diantaranya adalah
beberapa pendekatan yang mampu kita jadikan ukuran sebagai landasan awal
kita memahami kepribadian tersebut menurut psikologi, yaitu :
1. Pendekatan Psikologi Sosial
2. Pendekatan Psikoanalisa
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kepribadian menurut Psikologi ?
2. Bagaimana pandangan para ahli mengenai pendekatan-pendekatan yang terkait tentang Psikologi kepribadian ?
Bab. II Pembahasan
A. Kepribadian menurut Psikologi
Untuk
menjelaskan kepribadian menurut psikologi kita akan menggunakan teori
dari George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang
unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya.
Sementara Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang
terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada
seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan.
Lebih
detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian
adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu
yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas.
Allport
menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa
jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi
interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam
batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu
memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian
sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama.
B. Psikologi Kepribadian melalui beberapa Pendekatan :
1. Pendekatan Psikologi Sosial
Pendekatan pertama, yaitu psikologi sosial atau social learning,
menyatakan bahwa kepribadian ditentukan oleh konsekuensi atas tindakan
individu serta bagaimana ia memandangnya. Teori mengenai kepribadian
dari pendekatan ini bermula dari penelitian B. F. Skinner mengenai
Stimulus-Respons (Carlson, 1993). Skinner menemukan bahwa setiap
stimulus yang diberikan terhadap organisme, akan menghasilkan suatu
respon yang bersifat konsisten. Oleh karena itu, organisme akan
bertingkah laku sesuai dengan konsekuensi yang akan ia dapatkan dari
tingkah lakunya itu. Tingkah laku juga akan berubah jika terjadi
perubahan konsekuensi dari tingkah laku tersebut. Skinner tidak
mengemukakan teori yang khusus mengenai kepribadian, namun hasil
penelitiannya ini menarik perhatian para social learning theorist dan menjadi masukan bagi mereka untuk membentuk konsep mengenai kepribadian manusia.
Albert
Bandura, salah satu peneliti kepribadian memodifikasi penemuan Skinner
dengan menambahkan adanya faktor kognisi dalam pembentukan tingkah laku
(Carlson, 1993). Kognisi yang dimaksud berupa expectancy,
yaitu persepsi dan harapan seseorang yang meyakini bahwa ia akan
mendapatkan konsekuensi tertentu bila ia melakukan tindakan tertentu.
Jadi, seseorang akan melakukan suatu tindakan karena ia mengharapkan
memperoleh reward atau menjauhi punishment yang potensial dari tindakan tersebut.
Expectancy yang dimiliki oleh seseorang juga mampu membuatnya mempelajari sesuatu dari observasi (observational learning). Pada observational learning,
seorang individu mengobservasi konsekuensi apa yang akan diterima oleh
objek yang menjadi model observasinya sebagai hasil dari tindakan yang
dilakukannya. Banyak tindakan yang kita lakukan yang merupakan hasil
dari mengobservasi orang lain. Misalnya menulis tulisan bersambung atau
makan dengan menggunakan sumpit.
Bandura,
berbeda dengan kebanyakan peneliti kepribadian, tidak mempercayai
karakteristik pribadi individu saja atau lingkungan saja yang akan
mempengaruhi kepribadian (Carlson, 1993). Ia mengajukan konsep reciprocal determinism, yaitu adanya interaksi antara tingkah laku, variabel lingkungan, dan variabel manusia (berupa kognisi, expectation,
dan lain-lain). Sebagaimana yang kita ketahui, lingkungan dapat merubah
tingkah laku manusia, sedangkan tingkah laku manusia juga dapat merubah
lingkungan. Sebagai gantinya, perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi
pikiran manusia.
Self-efficacy
merupakan salah satu faktor penting yang menentukan bisa atau tidaknya
seseorang merubah lingkungannya. Tindakan yang kita perbuat didasari
oleh evaluasi kita terhadap kompetensi diri kita (Carlson, 1993). Self-efficacy
ini tidak hanya menentukan apakah kita akan terikat dengan suatu
perbuatan, tetapi juga menentukan tingkat keterikatan kita dengan
perbuatan tersebut. Contohnya saja seseorang yang sangat yakin dengan
kemampuan menyanyinya mendaftarkan diri untuk mengikuti tahap seleksi
kompetisi Indonesian Idols. Meskipun ia mendapat komentar yang buruk
dari para jurinya dan tidak lolos pada tahap seleksi tahun itu, ia akan
tetap mengikuti seleksi pada tahun-tahun berikutnya.
Walter
Mischel, seorang peneliti kepribadian lainnya, mengemukakan teori
kepribadian dari sudut pandang yang sangat dinamis. Mischel (Carlson,
1993) meyakini bahwa kepribadian seseorang dipengaruhi oleh interaksinya
dengan lingkungan, serta peran kognisinya dalam menentukan bagaimana
seseorang mempelajari hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya.
Ia juga mengajukan ide mengenai individual differences dalam kognisi, yang ia sebut dengan person variables. Person variables ini terdiri dari: (1) kompetensi, perbedaan keterampilan, kemampuan, serta kapasitas individu; (2) strategi encoding
dan konstruk personal, perbedaan kemampuan individu dalam memproses
informasi; (3) ekspektansi, perbedaan ekspektansi individu terhadap
hasil dari perbuatannya; (4) nilai subjektif, perbedaan derajat individu
terhadap reinforcer tertentu dibandingkan reinforcer lainnya yang mempengaruhi tingkah lakunya; (5) sistem self-regulatory
serta perencanaannya, individu memonitor perkembangan dirinya terhadap
suatu tujuan, lalu memberikan perbedaan perencanaan dan aturan-aturan
kepada dirinya sesuai dengan hal tersebut, baik dengan memberikan
dirinya reward atau punishment.
Mischell menganut paham yang sangat radikal. Ia meyakini bahwa kepribadian manusia yang stabil (personality trait)
tidak pernah ada, kalaupun ada, tidak akan memberikan pengaruh yang
signifikan (Carlson, 1993). Manusia selalu menyesuaikan sikapnya dengan
situasi lingkungannya saat itu. Contohnya saat berada pada sebuah pesta,
orang-orang yang mengikutinya akan menjadi lebih ekstrovert, sedangkan
saat berada pada pemakaman, mereka akan menjaga keheningan suasananya.
Pendapat ini disangkal oleh Epstein (Carlson, 1993) yang berargumen
bahwa orang introvert pastilah menghindari perkumpulan sosial seperti
pesta. Karena itu yang ditemukan di pesta kebanyakan adalah orang-orang
yang ekstrovert. Opini mereka menunjukkan betapa lingkungan memiliki
pengaruh terhadap kepribadian.
Teori lain mengenai kepribadian dari pendekatan psikologi sosial adalah locus of control
oleh Julian Rotter. Rotter menyatakan (Carlson, 1993) bahwa konsekuensi
dari tindakan individu dikontrol oleh salah satu diantara faktor
internal (person variables) atau faktor eksternalnya (environment variables). Seseorang yang memiliki internal locus of control yakin bahwa kemampuan dirinyalah yang akan menentukan takdir hidupnya, apakah ia akan memperoleh konsekuensi, berupa reward atau punishment, ataukah tidak. Sebaliknya, seseorang yang memiliki external locus of control
bersikap pasif pada lingkungan. Ia meyakini bahwa takdirnya dipengaruhi
oleh lingkungannya. Tipe kedua ini tidak akan melakukan upaya dalam
mencapai tujuannya sekeras individu bertipe pertama
Memahami perilaku. Menurut Saymour Epstain
· Model Pendekatan disposisi kepribadian ( traits personality approach ). Pendekatan ini biasa dianut dan dikembangkan oleh penganut behaviorisme dan conceptualisme.
Mereka berasumsi yang menjadi penyebab perilaku sosial dikarenakan
sifat – sifat kepribadian yang melekat pada diri individu dan seperti
sudah built in dalam diri anda. Ini bersifat permanen dan resisten.
Kesimpulannya menjelaskan penyebab dari perilaku sosial dikarenakan
faktor – faktor sifat kepribadian yang sifatnyabawaan bersifat permanen
sehingga membentuk karakter.
· Model pendekatan situasi lingkungan ( Situational Enviroment Approach ). Pendekatan ini bisanya dianut dan dikembangkan oleh Empirisme dan Humanisme. Perilaku berubah dari satu situasi ke situasi yang lain. Kesimpulannya situasi mendominasi pengaruh perilaku sosial
· Model Pendekatan Interaksi ( Interaction Approach
). Pendekatan ini adalah konvergen antara model pendekatan disposisi
kepribadian dan situasi lingkungan. Dan memberikan win win solutions.
Bawaan dan situasi saling berinteraksi sehingga membentuk kontribusi
pengaruh perilaku sosial. Dan yang mendominasi tergantung intensitas
antara keduannya.
2. Psikoanalisis
Salah satunya tokoh psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856 – 1939). Nama asli Freud adalah Sigismund Scholomo.
Namun sejak menjadi mahasiswa Freud tidak mau menggunakan nama itu
karena kata Sigismund adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir pada 6
Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian dari
kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada usia empat
tahun Freud dibawa hijrah ke Wina, Austria (Berry, 2001:3). Kedatangan
Freud berbarengan dengan ramainya teori The Origin of Species karya Charles Darwin (Hall, 2000:1)
Dalam
model pendekatan Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, ia
meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.
Psikoanalisis
bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu
kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria
yang sangat menggejala di Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh
Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan adanya faktor
psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud pada
kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer
menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek
penyelidikannya adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat
ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada
yang terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu
yang membawa Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego,
superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud
menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada
manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk
penyaluran dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang
sering merepresi keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan
pada keadaan sadar, maka keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat
tidur, ketika kontrol ego lemah.
Dalam
pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot)
maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa
mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan tidak
kita sadari namun bisa kita akses (preconscious) dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita, yaitu:
1. Id, adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
2. Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya.
3. Ego, adalah pengawas realitas.
Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego menegur:”Jangan lakukan!”.
Pada masa kanak-kanak kira dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud disebut sebagai primary process thinking.
Anak-anak akan mencari pengganti jika tidak menemukan yang dapat
memuaskan kebutuhannya (bayi akan mengisap jempolnya jika tidak mendapat
dot misalnya).
Sedangkan ego akan lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di sini disebut sebagai tahap secondary process thinking.
Manusia sudah dapat menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk
memilih tidak jajan demi ingin menabung misalnya). Walau begitu
kadangkala pada orang dewasa muncul sikap seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di kantor misalnya).
Proses pertama adalah apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses kedua adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga adalah SQ (spiritual quotient).
Bab. III Kesimpulan
Pendekatan sosial atau social learning
menyatakan bahwa kepribadian ditentukan oleh lingkungan, yakni
bagaimana ia melihat konsekuensi atas tindakan-tindakannya. Sedangkan
menurut pendekatan Psikoanalisa meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari.