1. Avoid smiling and being friendly with your student.
Yaitu saat
pertama kali masuk mengajar di kelas (pada semester baru atau tahun ajaran
baru), seorang guru harus menghindari banyak tersenyum dan begitu akrab dengan
para siswanya. Pada pertemuan pertama tersebut digunakan untuk menanamkan bahwa
tujuan kita datang ke madrasah ini bukan untuk bermain-main. Jelaskan juga
bahwa ini bukan berarti bahwa siswa tidak bisa bahagia saat ada di dalam kelas
bersama kita. Pada pertemuan pertama ini, seorang guru harus membuat
kesepakatan belajar dengan siswa. Bayangkan saja apa yang akan terjadi
dihari-hari berikutya jika saat pertama kali kita masuk kelas banyak tersenyum
dan sok akrab dengan murid. Tentunya murid menjadi tidak akan respek dihari
berikutnya setelah melihat kesan pertama yang telah kita tampilkan. Sebaiknya hubungan
antara guru dan murid tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat (proporsional
dan profesional). Hal ini untuk menjaga obyektifitas dan menumbuhkan respek
murid pada guru dan mata pelajaran yang diampunya.
2. Becoming friends With Students While They Are in Class
Seorang guru
memang dianjurkan friendly tetapi tidak untuk menjadi friend. Karena profesi
mengajar bukan sebuah konteks popularitas, dimana seorang guru harus menjadi
terkenal dikalangan murid-muridnya. Cukuplah seorang guru dikenal dan dikenang
oleh murid-muridnya lantaran keluasan ilmu serta akhlak dan adabnya yang baik.
3. Stop Your Lessons and Confront Students for Minor Infractions
in Class.
Seorang guru
harus menghentikan sementara proses pembelajaran dan kemudian fokus untuk
menghadapi siswa-siswi yang melakukan pelanggaran-pelanggaran minor baik jika
seorang guru membawa siswa-siswinya pada sebuah sesi khusus untuk berbicara
pada mereka satu demi satu guna mengetahui masalah dan keinginan mereka.
4. Humiliate Students to Try and Get Them to Behave Humiliation
is a Terrible Technique to Use As a Teacher.
Menghina murid-murid
yang dimaksudkan agar mereka berubah menjadi lebih baik adalah tekhnik
mengerikan yang dipakai oleh seorang guru. Tekhnik ini akan menjadikan siswa
yang bermasalah atau siswa-siswi yang lain ketakutan dan terbunuh rasa percaya
dirinya saat berada disalam kelas. Hal yang sangat menyakitkan jika murid-murid
tidak lagi percaya pada kita dan tanpa terasa, kita telah menanamkan perasaan
dendam pada mereka.
5. Yell
Melakukan yel-yel
sekali dua kali untuk me-refresh ‘peperangan’ yang sedang dihadapi siswa adalah
baik untuk mengembalikan kesegaran psikis dan fisik. Tentunya yel tidak
dilakukan secara over.
6. Save Your Control Over to the Students
Sering sekali
seorang guru harus menciptakan kegiatan di kelas. Untuk menciptakan lingkungan
yang kondusif dan berkualitas, maka seorang guru harus mempunyai kontrol atau
otoritas untuk menciptakan kondisi tersebut, untuk alasan proses pembelajaran
yang lebih baik.
7. Treat Students Differenly Based on Personal Likes and Dislike
Seorang guru
harus memperhatikan semua murid-muridnya secara seimbang dan tidak pilih kasih.
Perbedaan perlakuan pada setiap pribadi murid hanya didasarkan pada perbedaan
individu seperti perbedaan learning style (gaya belajar), IQ, tipe individu,
dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
8. Create Rules That Are Essentially Infair
Seorang guru
harus membuat beberapa kesepakatan dengan siswa selama proses pembelajaran atau
yeng berkaitan dengan proses tersebut. Kesepakatan tersebut sering disebut
kesepakatan belajar, yang berisi beberapa point yang disertai dengan sanksi dan
reward bagi yang melanggar dan yang mematuhinya. Kesepakatan belajar ini angat
diperlukan untuk menanamkan sikap disiplin dan mengajarkan kebaikan serta
menjauhkan siswa dari sikap curang dan adab buruk lainnya.
9. Gossip and Complain About Other Theacher
Saat seorang
guru mendengar pembicaraan siswa mengenai keburukan atau kekurangan guru lain,
sebaiknya seorang guru tidak menyatakan pendapat pada siswa-siswi untuk sekedar
klarifikasi atau melakukan upaya pembenaran. Sebaiknya seorang guru tetap
konsen pada dirinya sendiri. Justifikasi terhadap komplain siswa terhadap
kinerja guru sebaiknya melalui ‘jalur’ khusus yang harus dibuka oleh setiap
lembaga Madrasah dan Komite yang membahas, mengurusi dan mengambil solusi atas
komplain yang ada. Dan sepertinya ‘jalur komplain’ ini belum banyak ditemukan di
Madrasah-Madrasah kita.
10. Be Consistent With Grading and/or Accepting Late Work.
Jika seorang
guru menempatkan posisinya sebagai seorang guru dalam interaksinya dengan
murid, maka ruh obyektifitas akan tercipta sehingga seorang guru selalu
konsisten saat melakukan penilaian terhadap murid-muridnya. Sedangkan konsistensi
guru saat menerima atau menolak pekerjaan para murid yang tidak dikumpulkan
tepat waktu, itu seharusnya sudah dimasukkan dalam point kesepakatan belajar.
Oleh Sugeng
Cahyadi.